kepala desa, dan perangkat desa dilarang membuat keputusan atau tindakan yang menguntungkan atau merugikan salah satu pasangan calon selama masa kampanye,” jelasnya.
“Jika terbukti melanggar, tindakan tersebut dapat dijerat dengan Pasal 188, yang menyatakan: Ancaman pidana penjara paling lama 6 bulan dan/atau denda paling banyak Rp.6 juta,” tegasnya
Musthafa menjelaskan, beberapa Oknum tersebut juga melanggar UU No. 6 Tahun 2014 tentang Desa pasal 29 Huruf g dan h “Kepala desa dan perangkat desa dilarang melakukan tindakan diskriminatif terhadap warga negara atau golongan tertentu, serta dilarang menyalahgunakan wewenang dan jabatannya”
“Dukungan kepada paslon tertentu dapat dianggap sebagai tindakan diskriminatif dan penyalahgunaan wewenang, yang bertentangan dengan asas netralitas,” tambahnya.
Ditambahkan Musthafa, oknum tersebut juga melanggar UU No. 7 Tahun 2017 tentang Pemilu Pasal 280 Ayat (2) “Pelaksana atau tim kampanye dilarang melibatkan aparat desa, perangkat desa, atau pejabat lainnya dalam kegiatan kampanye.”
“Berdasarkan ketentuan UU ini, pelanggaran bisa berdampak pada sanksi administrasi maupun diskualifikasi bagi pasangan calon yang diuntungkan,” bebernya.
Musthafa menegaskan pentingnya penegakan hukum oleh Bawaslu untuk menjaga netralitas dan keadilan dalam proses Pilkada.
Musthafa menambahkan tentang pentingnya netralitas Aparatur Desa dalam pilkada dan Sanksi Tegas bagi aparatur Desa yang melanggar.
Terkait Pentingnya Netralitas, Musthafa mengatakan aparatur desa memiliki pengaruh besar di tingkat akar rumput, sehingga netralitas mereka sangat krusial.
” Juga Sanksi Tegas jika terbukti, Bawaslu harus memberikan rekomendasi sanksi kepada oknum tersebut serta menginvestigasi keterlibatan pihak lain, termasuk paslon yang mendapatkan keuntungan,” pungkasnya.