Menurut Musthafa, penghapusan OTT tanpa dasar hukum yang jelas bisa dianggap melanggar prinsip due process of law.
“Hal ini berpotensi memperlemah mandat KPK sebagai lembaga independen yang diamanatkan untuk memberantas korupsi secara efektif.
Jika OTT dihapus, KPK seolah-olah mengurangi implementasi salah satu fungsi utamanya yang telah diatur dalam UU” tambahnya
Penghapusan OTT juga bisa dianggap tidak sejalan dengan amanat undang-undang, karena:
1 Efektivitas Pemberantasan Korupsi “OTT adalah alat untuk menangkap pelaku korupsi secara langsung dan mengumpulkan barang bukti yang kuat.
Tanpa OTT, pemberantasan korupsi akan bergantung pada metode investigasi yang lebih lama dan rumit” tegasnya.
2 Kepercayaan Publik “KPK dapat kehilangan legitimasi di mata masyarakat jika tidak menunjukkan keberhasilan dalam menangani kasus korupsi secara nyata” imbuhnya.
Musthafa menegaskan, apabila KPK ingin menghapus OTT. Sebaiknya lembaga tersebut memberikan penjelasan hukum yang terang benderang kepada publik.
KPK juga harus memastikan ada mekanisme pengganti yang tidak kalah efektif dalam memberantas korupsi,
sebagaimana diwajibkan dalam kerangka UU yang mengatur kewenangan lembaga tersebut.
“Tanpa itu, penghapusan OTT berisiko melanggar mandat hukum dan harapan masyarakat untuk Indonesia yang bebas korupsi,” tutupnya