Menko Polhukam Mahfud MD mengatakan istilah “Serangan Fajar” berasal dari judul film propaganda kekuatan Presiden Soeharto sebagai tokoh sentral perjuangan bangsa ini yang dirilis pada 1982 silam disutradarai Arifin C Noer. Film itu merupakan salah satu dari trilogi film propaganda serupa, yakni Janur Kuning dan G 30S PKI.
Sekarang, menurutnya, serangan fajar sudah dipakai untuk istilah politik uang transaksional, dimana orang membayar agar seseorang memilih calon yang diinginkan pemberi uang dengan janji-janji.
“Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) membuat Indeks Kerawanan Pemilu, (hasilnya) itu masih ada politik uang atau serang fajar dan Polri juga membuat indeks kerawanan pemilu (IKP) dan indeks potensi kerawanan pemilu (IPKP), itu masih melihat politik uang sesuatu yang mengancam kita,” jelas Mahfud MD.
Mengutip hasil survei LIPI 2019, Plt Menkominfo Mahfud MD mengungkapkan sebanyak 47,4 persen responden membenarkan bahwa pemilu 2019 diwarnai oleh politik dan 46,7 persen menganggap politik uang itu bisa dimaklumi.
“Itu menjadi peringatan bagi kita semua politik uang selalu ada,” imbuhnya.
Plt Menkominfo Mahfud menuturkan, serangan fajar memiliki dua jenis sasaran yakni perorangan yang diberikan melalui amplop dan borongan yang diberikan melalui sponsor dengan kompensasi bermacam-macam, seperti izin proyek dan lainnya.
Petugas Pemilu juga tak luput dari serangan fajar dengan tujuan untuk mendongkrak jumlah suara calon tertentu di Tempat Pemungutan Suara (TPS) di tingkat Kabupaten dengan memanfaatkan celah tidak adanya saksi yang dikenal.
Comment